NAMA : IKA SAFITRI
NIM : 1730403048
KELAS : 17 PUS B
MK : ERGONOMI
RINNGKASAAN BAB 2
Desain Stasiun Kerja
Salah satu definisi ergonomi yang menitik beratkan pada penyesuaian desain terhadap manusia adalah dikemukakan oleh Annis & McConville (1996) dan Manuaba (1999). Mereka menyatakan bahwa ergonomi adalah kemampuan untuk menerapkan informasi menurut karakter manusia, kapasitas dan keterbatasannya terhadap desain pekerjaan, mesin dan sistemnya, ruangan kerja dan lingkungan sehingga manusia dapat hidup dan bekerja secara sehat, aman, nyaman dan efisien. Sedangkan Pulat (1992) menawarkan konsep desain produk untuk mendukung efisiensi dan keselamatan dalam penggunaan desain produk. Konsep tersebut adalah desain untuk reliabilitas, kenyamanan, lamanya waktu pemakaian, kemudahan dalam pemakaian, dan efisien dalam pemakaian. Selanjutnya agar setiap desain produk dapat memenuhi keinginan pemakainya maka harus dilakukan melalui beberapa pendekatan sebagai berikut:
Mengetahui kebutuhan pemakai. Kebutuhan pemakai dapat didefinisikan berdasarkan kebutuhan dan orientasi pasar, wawancara langsung dengan pemakai produk yang potensial dan menggunakan pengalaman pribadi.
Fungsi produk secara detail. Fungsi spesifik produk yang dapat memuaskan pemakai harus dijelaskan secara detail melalui daftar item masing-masing fungsi produk.
Melakukan analisis pada tugas-tugas desain produk.
Mengembangkan produk.
Melakukan uji terhadap pemakai produk.
Lebih lanjut, suatu desain produk disebut ergonomis apabila secara antropometris, faal, biomekanik dan psikologis kompatibel dengan manusia pemakainya. Di dalam mendesain suatu produk maka harus berorientasi pada production friendly, distribution friendly, installation friendly, operation friendly dan maintenance friendly. Di samping hal-hal tersebut di atas di dalam mendesain suatu produk yang sangat penting untuk diperhatikan adalah suatu desain yang berpusat.
Pendekatan
Menurut Das and Sengupta (1993) pendekatan secara sistemik untuk menentukan dimensi stasiun kerja dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Mengidentifikasi variabilitas populasi pemakai yang didasarkan pada etnik, jenis kelamin dan umur.
Mendapatkan data antropometri yang relevan dengan populasi pemakai.
Dalam pengukuran antropometri perlu mempertimbangkan pakaian, sepatu dan posisi normal.
Menentukan kisaran ketinggian dari pekerjaan utama. Penyediaan kursi dan meja kerja yang dapat distel, sehingga operator dimungkinkan bekerja dengan sikap duduk maupun berdiri secara bergantian.
Tata letak dari alat-alat tangan, kontrol harus dalam kisaran jangkauan optimum.
Menempatkan displai yang tepat sehingga operator dapat melihat objek dengan pandangan yang tepat dan nyaman.
Review terhadap desain stasiun kerja secara berkala.
Pertimbangan
Demikian maka dalam setiap desain peralatan dan stasiun kerja, keterbatasan manusia harus selalu diperhitungkan, di samping kemampuan dan kebolehannya. Mengingat bahwa setiap manusia berbeda satu dengan yang lainnya, maka aplikasi data antropometri dalam desain produk dapat meliputi; desain untuk orang ekstrim (data terkecil atau terbesar); desain untuk orang per orang, desain untuk kisaran yang dapat diatur (adjustable range) dengan menggunakan persentil-5 dan persentil-95 dari populasi dan desain untuk ukuran rerata dengan menggunakan data persentil-50 (Sanders & McCormick, 1987).
Faktor yang mempengaruhi antara lain perbaikan tingkat kemakmuran yang menyebabkan peningkatan status gizi masyarakat. Tarwaka (1995) dalam penelitian tentang perkembangan antropometri tenaga kerja di Bali (n = 630 orang) melaporkan bahwa terdapat perbedaan ukuran tubuh yang signifikan antara tahun 90-an dengan tahuDesain Stasiun KerjaDesain Stasiun KerjaDesain Stasiun Kerja
Desain Stasiun KerjaDesain Stasiun Kerjan 70-an. Sebagai ilustrasi bahwa antara kedua dekade tersebut ternyata rerata tinggi badan telah mengalami perkembangan sebesar ± 2,46 cm, tinggi siku berdiri sebesar ±4,88 cm, lebar bahu sebesar ± 6,25 cm. Sedangkan untuk lebar pinggul ternyata lebih kecil sebesar ± 2,41 cm, kemungkinan besar disebabkan karena adanya kecenderungan untuk melangsingkan tubuh sehingga pinggul lebih ramping. Untuk ukuran tinggi siku duduk lebih rendah sebesar ±1,59 cm, kemungkinan disebabkan karena ukuran lengan atas bertambah panjang sehingga menyebabkan ketinggian siku semakin rendah.
Desain Stasiun Kerja dan Sikap Kerja Berdiri
Pada desain stasiun kerja berdiri, apabila tenaga kerja harus bekerja untuk periode yang lama, maka faktor kelelahan menjadi utama. Untuk meminimalkan pengaruh kelelahan dan keluhan subjektif maka pekerjaan harus didesain agar tidak terlalu banyak menjangkau, membungkuk, atau melakukan gerakan dengan posisi kepala yang tidak alamiah. Untuk maksud tersebut Pulat (1992) dan Clark (1996) memberikan pertimbangan tentang pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan posisi berdiri adalah sebagai berikut:
1) tidak tersedia tempat untuk kaki dan lutut;
2) harus memegang objek yang berat (lebih dari 4,5 kg);
3) sering menjangkau ke atas, ke bawah, dan ke samping;
4) sering dilakukan pekerjaan dengan menekan ke bawah; dan 5) di perlukan mobilitas tinggi.
Dalam mendesain ketinggian landasan kerja untuk posisi berdiri, secara prinsip hampir sama dengan desain ketinggian landasan kerja posisi duduk. Manuaba (1986); Sanders & McCormick (1987); Grandjean (1993) memberikan rekomendasi ergonomis tentang ketinggian landasan kerja posisi berdiri didasarkan pada ketinggian siku berdiri sebagai tersebut berikut ini.
Untuk pekerjaan memerlukan ketelitian dengan maksud untuk mengurangi pembebanan statis pada otot bagian belakang, tinggi landasan kerja adalah 510 cm di atas tinggi siku berdiri.
Selama kerja manual, di mana pekerja sering memerlukan ruangan untuk peralatan; material dan kontainer dengan berbagai jenis, tinggi landasan kerja adalah 10-15 cm di bawah tinggi siku berdiri.
Untuk pekerjaan yang memerlukan penekanan dengan kuat, tinggi landasan kerja adalah 15-40 cm di bawah tinggi siku berdiri. Ketinggian landasan kerja untuk sikap kerja berdiri dapat diilustrasikan seperti gambar 2.5.
RINGKASAN BAB 5
Organisasi Kerja dan Kebutuhan Gizi Kerja
Fisiologi Tubuh Saat Bekerja dan Istirahat
Menurut Suma’mur (1982) bahwa bekerja adalah anabolisme yaitu mengurai atau menggunakan bagian-bagian tubuh yang telah dibangun sebelumnya. Dalam keadaan demikian, sistem syaraf utama yang berfungsi adalah komponen simpatis. Maka pada kondisi seperti itu, aktivitas tidak dapat dilakukan secara terus-menerus, melainkan harus diselingi istirahat untuk memberi kesempatan tubuh melakukan pemulihan. Pada saat istirahat tersebut, maka tubuh mempunyai kesempatan membangun kembali tenaga yang telah digunakan (katabolisme).
Pada saat bekerja, otot mengalami kontraksi atau kerutan dan pada saat istirahat terjadi pengendoran atau relaksasi otot. Dengan kontraksi, peredaran darah yang membawa oksigen dan bahan makanan serta menyalurkan keluar sisa-sisa metabolisme terhambat. Dengan demikian antara kerutan dan pengendoran otot harus terjadi secara seimbang untuk mencegah terjadinya kelelahan otot yang lebih awal. Secara lebih luas lagi, pembagian waktu kerja dan istirahat lazimnya adalah bekerja pada waktu siang dan istirahat di malam harinya. Setelah pada siang harinya kita bekerja selama kurang lebih 8 jam mengalami kepenatan, maka pada malam harinya diupayakan untuk melakukan pemulihan tenaga agar keesokan harinya dapat bekerja kembali secara bugar.
Secara fisiologis, apabila pemulihan pada malam hari tidak cukup, maka secara otomatis performansi kerja pada hari berikutnya akan menurun.
Pengaturan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa pengaturan waktu kerja-waktu istirahat harus disesuaikan dengan sifat, jenis pekerjaan dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya seperti lingkungan kerja panas, dingin, bising, berdebu dll. Namun demikian secara umum, di Indonesia telah ditetapkan lamanya waktu kerja sehari maksimum adalah 8 jam kerja dan selebihnya adalah waktu istirahat (untuk kehidupan keluarga dan sosial kemasyarakatan). Memperpanjang waktu kerja lebih dari itu hanya akan menurunkan efisiensi kerja, meningkatkan kelelahan, kecelakan, dan penyakit akibat kerja. Tetapi dalam pelaksanaannya, banyak perusahaan yang mempekerjakan karyawannya di luar jam kerja (kerja lembur) dengan berbagai alasan. di sisi lain para karyawan juga merasa senang melakukan kerja lembur, karena akan mendapatkan penghasilan tambahan di luar penghasilan pokok.
Dalam hal lamanya waktu kerja melebihi ketentuan yang telah ditetapkan (8 jam per hari atau 40 jam seminggu), maka perlu diatur waktu-waktu istirahat khusus agar kemampuan kerja dan kesegaran jasmani tetap dapat dipertahankan dalam batas-batas toleransi. Pemberian waktu istirahat tersebut secara umum dimaksudkan untuk: ¾ Mencegah terjadinya kelelahan yang berakibat kepada penurunan kemampuan fisik dan mental serta kehilangan efisiensi kerja ¾ Memberi kesempatan tubuh untuk melakukan pemulihan atau penyegaran ¾ Memberi kesempatan waktu untuk melakukan kontak sosial Kaitanya dengan masalah waktu istirahat, berdasarkan pengalaman dan pengamatan di lapangan, ternyata terdapat empat jenis istirahat yang dilakukan oleh para pekerja selama jam kerja berlangsung, yaitu istirahat secara spontan, istirahat curian, istirahat oleh karena ada hubungannya dengan proses kerja dan istirahat yang merupakan ketetapan resmi.
Istirahat spontan adalah istirahat pendek segera setelah pembebanan kerja. Sebagai contoh: pekerja mengangkat dan mengangkut beras secara manual seberat 50 kg dengan jarak 15 meter. Setelah meletakkan beras tersebut secara otomatis pekerja akan beristirahat pendek untuk mengembalikan hutang oksigen yang telah digunakan pada waktu mengangkat dan mengangkut tadi.
Istirahat curian adalah istirahat yang terjadi jika beban kerja tak dapat diimbangi oleh kemampuan kerja. Istirahat demikian terjadi apabila beban pekerjaan baik fisik maupun mental lebih besar dari kemampuan kerjanya, sehingga menimbulkan reaksi tubuh untuk mengatasi kelebihan beban tersebut.
Istirahat oleh karena proses kerja tergantung dari bekerjanya mesin-mesin, peralatan atau prosedur-prosedur kerja. Sebagai contoh: pada proses produksi dengan system ban berjalan, waktu istirahat tergantung dari ketrampilan dan kecepatan kerja operatornya. Semakin terampil dan cepat dia bekerja maka akan semakin banyak waktu istirahat yang diperoleh.
Istirahat yang ditetapkan adalah istirahat atas dasar ketentuan perundangundangan yang berlaku, seperti istirahat selama 1 jam setelah melakukan 4 jam kerja, dan diselingi dengan istirahat 15 menit setelah 2 jam kerja dll.
Hari Kerja
Jumlah jam kerja yang efisien untuk seminggu adalah antara 40 - 48 jam yang terbagi dalam 5 atau 6 hari kerja. Maksimum waktu kerja tambahan yang masih efisien adalah 30 menit. Sedangkan di antara waktu kerja harus disediakan waktu istirahat yang jumlahnya antara 15-30% dari seluruh waktu kerja. Apabila jam kerja melebihi dari ketentuan tersebut akan ditemukan hal-hal seperti; penurunan kecepatan kerja, gangguan kesehatan, angka absensi karena sakit meningkat, yang kesemuanya akan bermuara kepada rendahnya tingkat produktivitas kerja.
Kebutuhan Gizi
Kerja Gizi kerja adalah pemberian gizi yang diterapkan kepada masyarakat pekerja dengan tujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan, efisiensi dan produktivitas kerja yang setinggi-tingginya. Sedangkan manfaat yang diharapkan dari pemenuhan gizi kerja adalah untuk mempertahankan dan meningkatkan ketahanan tubuh serta menyeimbangkan kebutuhan gizi dan kalori terhadap tuntutan tugas pekerja.
Zat gizi dan sumber makanan
hal-hal yang perlu diketahui dalam penyusunan menu bagi pekerja adalah : ¾ Kebutuhan kalori dan gizi tenaga kerja ¾ Kebutuhan bahan dasar menu ¾ Pendekatan penyusunan menu bagi pekerja sesuai dengan lingkungan kerja.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan gizi seseorang
Kebutuhan gizi setiap orang berbeda satu sama lainnya dan sangat tergantung pada berbagai faktor yaitu :
Ukuran tubuh. Semakin besar ukuran tubuh seseorang maka semakin besar pula kebutuhan kalorinya, meskipun usia, jenis kelamin dan aktivitas yang dilakukan sama.
Usia. Anak-anak dan remaja membutuhkan relatif lebih banyak kalori dan zat gizi lainnya dibanding dengan orang dewasa atau tua, karena selain diperlukan untuk tenaga juga untuk pertumbuhan.
Jenis kelamin. Laki-laki umumnya membutuhkan lebih banyak kalori dibandingkan dengan wanita. Hal ini karena secara fisiologis laki-laki mempunyai lebih banyak otot dan juga lebih aktif.
Kegiatan/aktivitas pekerjaan yang dilakukan. Pekerja berat akan membutuhkan kalori dan protein lebih besar dari pada mereka yang bekerja sedang dan ringan.
Kondisi tubuh tertentu. Pada orang yang baru sembuh dari sakit akan membutuhkan lebih banyak kalori dan zat gizi lainnya dari pada sebelum ia sakit.
Kondisi lingkungan. Pada musim hujan membutuhkan kalori lebih tinggi/ banyak dibandingkan pada musim panas. Demikian pula pada tempat-tempat yang dingin lebih tinggi dari pada tempat dengan suhu panas.
Pengaruh Faktor Lingkungan Kerja
Faktor dalam lingkungan kerja menunjukkan pengaruh - pengaruh yang jelas terhadap keadaan gizi tenaga kerja. Beban kerja yang berlebihan dan lingkungan kerja panas dapat menyebabkan penurunan berat badan (Priatna, 1990).