Nama: ikasafitri
Nim: 1730403048
Kelas:17pusb
Makul: pengantar ilmu perpustakaan
Blog: senjahitammalam.blogspot.com/
1. Sejarah perpustakaan tingkat dunia
Bibliotheca Alexandrina Egypt (Perpustakaan Iskandariah Mesir) merupakan perpustakaan pertama dan terbesar di dunia. Perpustakaan ini bahkan bertahan selama berabadabad dan memiliki koleksi 700.000 gulungan papyrus, bahkan jika di bandingkan dengan Perpustakaan Sorbonne di abad ke-14 ‘hanya’ memiliki koleksi 1700 buku.
Perpustakaan ini di dirikan oleh Ptolemi I sang penerus Alexander(Iskandariah) pada
tahun 323 SM, dan terus berlanjut sampai kekuasaan Ptolemi III. Pada waktu itu para penguasa mesir begitu besemangat memajukan Perpustakaan dan Ilmu Pengetahuan mereka, bahkan
dalam Manuskrip Roma mengatakan bahwa sang Raja mesir membelanjakan harta kerajaan untuk membeli buku dari seluruh pelosok negeri hingga terkumpul 442.800 buku dan 90.000
lainnya berbentuk ringkasan tak berjilid. Ia juga memerintahkan prajurit untuk menggeledah setiap kapal yang masuk guna memperoleh naskah. Jika ada naskah yang ditemukan, mereka
menyimpan yang asli dan mengembalikan salinannya. Menurut beberapa sumber, ketika Athena
meminjamkan naskah-naskah drama klasik Yunani asli yang tak ternilai kepada Ptolemeus III,ia berjanji membayar uang jaminan dan menyalinnya. Tetapi sang raja malah menyimpan yang asli, tidak mengambil kembali uang jaminan itu, dan memulangkan salinannya Namun cerita keemasan ini hanya menjadi sejarah. Ialah ketuka penaklukan bangsa Romawi yang di pimpin oleh Julius Caesar pada tahun 48 SM. Bangsa Romawi membakar 400.000 buku musnah menjadi abu using yang tak berguna. Dunia ilmu saat itu sangat berduka karena telah kehilangan salah satu sumber ilmu pengetahuan terbaik saat itu. Namun akhirnya sang Kaisar, Julius Caesar meminta -maaf, dan sebagai gantinya ia mengirim Marx Antonio untuk menghadiahkan 200.000 buku dari Roma kepada Ratu mesir saat itu, Cleopatra, dan dari inilah kisah mereka berlanjut.
Namun perpustakaan megah yang ada di mesir tersebut tak pernah kembali seperti masa –masa keemasanya. Sejak pembakaran tersebut, Perpustakaan Iskadariah solah tak terurus.
Bahkan hampir menjadi artefak –artefak kuno saja. Akan tetapi, UNESCO memprakarsai untuk bekerja sama dengan pemerintah Mesir,membangun kembali perpustakaan dengan sejarah
terbesar dalam sejarah tersebut. Dan pembangunan ini di mulai sejak tahun
Pembangunan ini menghabiskan dana tak kurang dari US$ 220 juta. US 120 juta di tanggung pemerintah Mesir dan sisanya di tanggung dari bantuan Internasional dari Negara-negara lain.
Akhirnya setelah terbengkalai hampir selama 20 Abad, Perpustakaan Iskandriah(Bibliotheca Alexandrina) berdiri megah dan unik. Bangunan utama berbentuk bulat beratap miring,
terbenam dalam tanah. Di bagian depan sejajar atap, dibuat kolam untuk menetralkan suhu pustaka, terdiri lima lantai di dalam tanah, perpustakaan ini dapat memuat sekitar 8 juta buku.
Namun yang ada saat ini baru 250.000 buku dan akan terus bertambah tiap tahun.Selain itu juga menyediakan berbagai fasilitas, seperti 500 unit komputer berbahasa Arab dan Inggris untuk memudahkan pengunjung mencari katalog buku, ruang baca berkapasitas 1.700 orang, conference room, ruang pustaka Braille Taha Husein khusus tuna netra, pustaka anak-anak,museum manuskrip kuno, lima lembaga riset, dan kamar-kamar riset yang bisa dipakai gratis.
Dan yang juga menarik,adalah lantai tengah perpustakaan tersebut terdapat Gallery Design dan bisa dilihat dari berbagai sisi. Di lantai kayu yang cukup luas itu terpajang berbagai prototype mesin cetak kuno dan berbagai lukisan dinding. Perpustakaan ini selalu dipenuhi pengunjung, padahal di Alexandria tidak banyak universitas seperti di Kairo. Ini menunjukkan tingginya minat baca masyarakat Mesir dan perpustakaan yang dulu dihancurkan Julius Caesar itu kini menjadi salah satu objek wisata
sebagaimana Piramid Giza, Mumi.
2. Sejarah perpustakaan di indonesia
Sejarah perpustakaan di Indonesia tergolong masih muda jika
dibandingkan dengan negara Eropa dan Arab. Jika kita mengambil
pendapat bahwa sejarah perpustakaan ditandai dengan dikenalnya tulisan, maka sejarah perpustakaan di Indonesia dapat dimulai pada tahun 400-an yaitu saat lingga batu dengan tulisan Pallawa ditemukan dari periode Kerajaan Kutai. Musafir Fa-Hsien dari tahun 414 Menyatakan bahwa di kerajaan Ye-po-ti, yang sebenarnya kerajaan Tarumanegara banyak dijumpai kaum Brahmana yang tentunya memerlukan buku atau
manuskrip keagamaan yang mungkin disimpan di kediaman pendeta.
Pada sekitar tahun 695 M, menurut musafir I-tsing dari Cina, di Ibukota Kerajaan Sriwijaya hidup lebih dari 1000 orang biksu dengan tugas keagamaan dan mempelajari agama
Budha melalui berbagai buku yang tentu saja disimpan di berbagai biasa.
Di pulau Jawa, sejarah perpustakaan tersebut dimulai pada masa Kerajaan Mataram.
Hal ini karena di kerajaan ini mulai dikenal pujangga keraton yang menulis berbagai karya sastra.Karya-karya tersebut seperti Sang Hyang Kamahayanikan yang memuat uraian tentang agama Budha Mahayana. Menyusul kemudian Sembilan parwa sari cerita Mahabharata dan satu kanda
dari epos Ramayana. Juga muncul dua kitab keagamaan yaitu Brahmandapurana dan Agastyaparwa. Kitab lain yang terkenal adalah Arjuna Wiwaha yang digubah oleh Mpu Kanwa.
bahwa sudah ada naskah yang ditulis tangan dalam media daun lontar yang diperuntukkan bagi pembaca kalangan sangat khusus yaitu kerajaan. Jaman
Kerajaan Kediri dikenal beberapa pujangga dengan karya sastranya. Mereka itu adalah Mpu Sedah dan Mpu Panuluh yang bersama-sama menggubah kitab Bharatayudha. Selain itu Mpu panuluh juga menggubah kitab Hariwangsa dan kitab Gatotkacasrayya. Selain itu ada Mpu Monaguna dengan kitab Sumanasantaka dan Mpu Triguna dengan kitam Kresnayana.
Semua kitab itu ditulis diatas daun lontar dengan jumlah yang sangat terbatas dan tetap berada dalam lingkungan keraton. Periode berikutnya adalah Kerajaan Singosari. Pada periode ini tidak dihasilkan naskah terkenal. Kitab Pararaton yang terkenal itu diduga ditulis setelah keruntuhan kerajaan Singosari. Pada jaman Majapahit dihasilkan dihasilkan buku
Negarakertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca. Sedangkan Mpu Tantular menulis buku Sutasoma. Pada jaman ini dihasilkan
pula karya-karya lain seperti Kidung Harsawijaya, Kidung Ranggalawe, Sorandaka, dan Sundayana.
Kegiatan penulisan dan penyimpanan naskah masih terus dilanjutkan oleh para raja dan sultan yang tersebar di Nusantara. Misalnya, jaman kerajaan Demak, Banten, Mataram, Surakarta
Pakualaman, Mangkunegoro, Cirebon, Demak, Banten, Melayu, Jambi, Mempawah, Makassar,Maluku, dan Sumbawa. Dari Cerebon diketahui dihasilkan puluhan buku yang ditulis sekitar abad ke-16 dan ke-17.
Berdasarkan sumber sekunder perpustakaan paling awal berdiri pada masa ini adalah pada masa
VOC (Vereenigde OostJurnal Indische Compaqnie) yaitu perpustakaan gereja di Batavia (kini
Jakarta) yang dibangun sejak 1624. Namun karena beberapa kesulitan perpustakaan ini baru
diresmikan pada 27 April 1643 dengan penunjukan pustakawan bernama Ds. (Dominus) Abraham Fierenius. Pada masa inilah perpustakaan tidak lagi -
diperuntukkan bagi keluarga kerajaan saja, namun mulai dinikmati oleh masyarakat umum. Perpustakaan meminjamkan buku untuk perawat rumah sakit Batavia, bahkan
peminjaman buku diperluas sampai ke Semarang dan Juana (Jawa Tengah). Jadi pada abad ke-17 Indonesia sudah mengenal perluasan jasa perpustakaan (kini layanan seperti ini disebut
dengan pinjam antar perpustakaan atau interlibrary loan). Lebih dari seratus tahun kemudian
berdiri perpustakaan khusus di Batavia. Pada tanggal 25 April 1778 berdiri Bataviaasche Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BGKW) di Batavia. Bersamaan dengan berdirinya lembaga tersebut berdiri pula perpustakaan lembaga BGKW. Pendirian perpustakaan lembaga BGKW tersebut diprakarsai oleh Mr. J.C.M.
Rademaker, ketua Raad van Indie (Dewan Hindia Belanda). Ia memprakarsai pengumpulan buku dan manuskrip untuk koleksi perpustakaannya. Perpustakaan ini kemudian mengeluarkan katalog buku yang pertama di Indonesia yaitu pada tahun 1846 dengan judul
Bibliotecae Artiumcientiaerumquae Batavia Florest Catalogue Systematicus hasil suntingan P.
Bleeker. Edisi kedua terbit dalam bahasa Belanda pada tahun 1848. Perpustakaan ini aktif dalam
pertukaran bahan perpustakaan. Penerbitan yang digunakan sebagai bahan pertukaran adalah
Tijdschrift voor Indische Taal-, Land- en Volkenkunde, Verhandelingen van het Bataviaasch
Genootschapn van Kunsten en Wetenschappen, Jaarboek serta Werken buiten de Serie. Karena
prestasinya yang luar biasa dalam meningkatkan ilmu dan kebudayaan, maka namanya ditambah
menjadi Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Nama ini
kemudian berubah menjadi Lembaga Kebudayaan Indonesia pada tahun 1950.
Pada tahun 1962 Lembaga Kebudayaan Indonesia diserahkan kepada Pemerintah
Republik Indonesia dan namanyapun diubah menjadi Museum Pusat. Koleksi perpustakaannya
menjadi bagian dari Museum Pusat dan dikenal dengan -
perpustakaan Museum Pusat. Nama Museum Pusat ini kemudian berubah lagi menjadi
Museum Nasional, sedangkan perpustakaannya dikenal dengan Perpustakaan Museum Nasional.
Pada tahun 1980 Perpustakaan Museum Nasional dilebur ke Pusat Pembinaan Perpustakaan.
Perubahan terjadi lagi pada tahun 1989 ketika Pusat Pembinaan Perpustakaan dilebur sebagai
bagian dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Sesudah pembangunan BKGW,
berdirilah perpustakaan khusus lainnya seiring dengan berdirinya berbagai lembaga penelitian
maupun lembaga pemerintahan lainnya. Sebagai contoh pada tahun 1842 didirikan Bibliotheek’s
Lands Plantentuin te Buitenzorg. Pada tahun 1911 namanya berubah menjadi Central
Natuurwetenchap-pelijke Bibliotheek van het Departement van Lanbouw, Nijverheid en Handel.
Nama ini kemudian berubah lagi menjadi Bibliotheca Bogoriensis. Tahun 1962 nama ini
berubah lagi menjadi Pusat Perpustakaan Penelitian Teknik Pertanian, kemudian menjadi Pusat
Perpustakaan Biologi dan Pertanian. Perpustakaan ini berubah nama kembali menjadi
perpustakaan ini bernama Perpustakaan Pusat Pertanian dan Komunikasi Penelitian. Kini
perpustakaan ini bernama Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Hasil-hasil Penelitian. Setelah
periode tanam paksa, pemerintah Hindia Belanda menjalankan politik etis untuk membalas
”utang” kepada rakyat Indonesia. Salah satu kegiatan politik etis adalah pembangunan sekolah
rakyat.
Dalam bidang perpustakaan sekolah, pemerintah Hindia Belanda mendirikan
Volksbibliotheek atau terjemahan dari perpustakaan rakyat, namun pengertiannya berbeda
dengan pengertian perpustakaan umum. Volksbibliotheek artinya perpustakaan yang didirikan
oleh Volkslectuur (kelak berubah menjadi Balai Pustaka), sedangkan pengelolaannya diserahkan
kepada Volkschool. Volkschool artinya sekolah rakyat yang menerima tamatan sekolah rendah
tingkat dua. -Perpustakaan ini melayani murid dan guru serta menyediakan bahan bacaan bagi
rakyat setempat. Murid tidak dipungut bayaran, sedangkan masyarakat umum dipungut bayaran
untuk setiap buku yang dipinjamnya.
Kalau pada tahun 1911 pemerintah Hindia Belanda mendirikan Hindia Belanda
mendirikan Indonesische Volksblibliotheken, maka pada tahun 1916 didirikan Nederlandsche
Volksblibliotheken yang digabungkan dalam Holland-Inlandsche School (H.I.S). H.I.S.
merupakan sejenis sekolah lanjutan dengan bahasa pengantar Bahasa Belanda. Tujuan
Nederlandsche Volksblibliotheken adalah untuk memenuhi keperluan bacaan para guru dan
murid. Di Batavia tercatat beberapa sekolah swasta, diantaranya sekolah milik Tiong Hoa, Hwe
Koan, yang memiliki perpustakaan. Sekolah tersebut menerima bantuan buku dari Commercial
Press (Shanghai) dan Chung Hua Book Co. (Shanghai).
Sebenarnya sebelum pemerintah Hindia Belanda mendirikan perpustakaan sekolah, pihak
swasta terlebih dahulu mendirikan perpustakaan yang mirip dengan pengertian perpustakaan
umum dewasa ini. Setiap
sekolah tinggi atau fakultas itu mempunyai perpustakaan yang terpisah satu sama lain.
Pada jaman Hindia Belanda juga berkembang sejenis perpustakaan komersial yang dikenal dengan nama Huurbibliotheek atau perpustakaan sewa. Perpustakaan sewa adalah
perpustakaan yang meminjamkan buku kepada kepada pemakainya dengan memungut uang sewa. Pada saat itu tejadi persaingan antara Volksbibliotheek dengan Huurbibliotheek.
Sungguhpun demikian dalam prakteknya terdapat perbedaan bahan bacaan yang disediakan.
Volksbibliotheek lebih banyak menyediakan bahan bacaan populer ilmiah, maka perpustakaan
Huurbibliotheek lebih banyak menyediakan bahan bacaan berupa roman dalam bahasa Belanda,
Inggris, Perancis, buku remaja serta bacaan gadis remaja. Disamping penyewaan buku ter-dapat
penyewaan naskah, misalnya penulis Muhammad Bakir pada tahun 1897 mengelola sebuah
perpustakaan sewaan di Pecenongan, Jakarta. Jenis sewa Naskah juga dijumpai di Palembang dan Banjarmasin. Naskah disewakan pada umumnya dengan biaya tertentu dengan disertai
permohonan kepada pembacanya supaya menangani naskah dengan baik.
Disamping perpustakaan yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda, sebenarnya
tercatat juga perpustakaan yang didirikan oleh orang Indonesia. Pihak Keraton Mangkunegoro
mendirikan perpustakaan keraton sedangkan keraton Yogyakarta mendirikan Radyo Pustoko.
Sebagian besar koleksinya adalah naskah kuno. Koleksi perpustakaan ini tidak dipinjamkan,
namun boleh dibaca di tempat. Pada masa penjajahan Jepang hampir tidak ada perkembangan
perpustakaan yang berarti. Jepang hanya mengamankan beberapa gedung penting diantaranya
Bataviaasch Genootschap van Kunten Weetenschappen.
Selama pendudukan Jepang openbare leeszalen ditutup. Volkbibliotheek dijarah oleh
rakyat dan lenyap dari permukaan bumi. Karena pengamanan yang kuat pada gedung
Bataviaasch Genootschap van Kunten Weetenschappen maka koleksi perpustakaan ini dapat
dipertahankan, dan merupakan cikal bakal dari Perpustakaan Nasional. Perkembangan pasca
kemerdekaan mungkin dapat dimulai dari tahun 1950an yang ditandai dengan berdirinya
perpustakaan baru. Pada tanggal 25 Agustus 1950 berdiri perpustakaan Yayasan Bung Hatta
dengan koleksi yang menitikberatkan kepada pengelolaan ilmu pengetahuan dan kebudayaan
Indonesia.
Tanggal 7 Juni 1952 perpustakaan Stichting voor culturele Samenwerking, suatu badan
kerjasama kebudayaan antara pemerintah RI dengan pemerintah Negeri Belanda, diserahkan
kepada pemerintah RI. Kemudian oleh Pemerintah RI diubah menjadi Perpustakaan Sejarah
Politik dan Sosial Departemen P & K. Dalam rangka usaha melakukan pemberantasan buta
huruf di seluruh pelosok tanah air, telah didirikan Perpustakaan Rakyat yang bertugas membantu
usaha Jawatan Pendidikan Masyarakat melakukan usaha pemberantasan buta huruf tersebut.
Pada periode ini juga lahir perpustakaan Negara yang berfungsi sebagaiperpustakaan umum dan
didirikan di Ibukota Propinsi. Perpustakaan Negara yang pertama didirikan di Yogyakarta pada
tahun 1949, kemudian disusul Ambon (1952); Bandung (1953); Ujung Pandang (1954); Padang
(1956); Palembang (1957); Jakarta (1958); Palangkaraya, Singaraja, Mataram, Medan,
Pekanbaru dan Surabaya (1959). Setelah itu menyusul kemudian Perpustakaan Nagara di
Banjarmasin (1960); Manado (1961); Kupang dan Samarinda (1964). Perpustakaan Negara ini
dikembangkan secara lintas instansional oleh tiga instansi yaitu Biro Perpustakaan Departemen P & K yang membina secara teknis, Perwakilan Departemen P & K yang membina secara administratif, dan Pemerintah Daerah Tingkat Propinsi yang memberikan fasilitasfasilitas.
3. Sejarah perpustakaan islam
Baitul hikmah di Baghdad didirikantahun 832 M pada masa Harun al-Rasyid menjadi khalifah, kemudian diteruskan dan diperbesar oleh khalifah al-Makmun. Pada perpustakaan ini bukan hanya berisi ilmu-ilmu dan buku-buku agama Islam dan Bahasa Arab saja, bahkan juga bermacam-macam ilmu-ilmu dan buku-buku umum lainnya dan juga dalam bahasa lainnya yang diterjemahkan kedalam bahasa Arab.
BaitulHikmahmerupakan perpustakaan yangberfungsi sebagai pusat pengembanganilmu pengetahuan. Pada masa Abbasiyah institusi ini diperluas penggunaannya. Baitul Hikmah, sudah dirintis oleh khalifah Harun al-Rasyid, menjadi pusat segala kegiatan keilmuan. Pada masa Harun al-Rasyid institusi ini bernama khizanahal-Hikmah(Khazanah Kebijaksanaan) yang berfungsi sebagai sebagai perpustakaan dan pusat penelitian. Di lembaga ini baik muslim maupun non muslim bekerja mengalih bahasakan sebagai naskah kuno dan menyusun berbagai penjelasan. Tujuan utama didirikannya Baitul Hikmah adalah untuk mengumpulkan dan menyalin ilmu-ilmu pengetahuan asing ke dalam bahasa Arab. Inilah yang menjadi awal kemajuan yang dicapai Islam, yaitu menggenggam dunia dengan ilmu pengetahuan dan peradaban. Pada waktu itu pula berkembang beragam disiplin ilmu pengetahuan dan peradaban yang ditandai dengan berdirinya Baitul Hikmah sebagai pusat kajian ilmu pengetahuan dan peradaban terbesar pada masanya. Lembaga pendidikan ini didirikan berkat adanya usaha dan bantuan dari orang-orang yang memegang kepemimpinan dalam pemerintahan.
Sejak 815 M al-Makmun mengembangkan lembaga ini dan diubah namanya menjadi Baitul Hikmah. Pada masa Makmun inilah ilmu pengetahuan dan intelektual mencapai puncaknya. Pada masa ini Baitul Hikmah digunakan secara lebih maju yaitu sebagai tempat penyimpanan buku-buku kuno yang didapat dari Persia, Bizantium, bahkan Etiopia dan India. Di institusi ini al-Makmun memperkerjakan Muhammad ibn Musa al-Hawarizmi yang ahli di bidang al-jabar dan astronomi dan juga Beliau adalah salah satu guru besar di Baitul Hikmah. Orang-orang Persia lain juga diperkerjakan di Baitul Hikmah. Pada masa itu direktur Baitul Hikmah adalah Sahl Ibn Harun. Di bawah kekuasaan al-Makmun, Baitul Hikmah tidak hanya berfungsi sebagai perpustakaan tetapi juga sebagai pusat kegiatan studi dan riset astronomi dan matematika. Pada 832 M, al-Makmun menjadikan Baitul Hikmah di baghdad sebagai akademi pertama, lengkap dengan teropong bintang, perpustakan, dan lembaga penerjemahan. Kepala akademi ini yang pertama adalah Yahya ibn Musawaih (777-857), murid Gibril ibn Bakhtisyu, kemudian diangkat Hunain ibn Ishaq, murid Yahya sebagai ketua ke dua.